loading...

Saturday, October 3, 2015

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

LAPORAN PENDAHULUANEFUSI PLEURA

Muhammad Imron, S.Kep,Ns


LP EFUSI PLEURA


1.   Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
2.   Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a.          Anatomi
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah.  Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.
b.         Fisiologi
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan.
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :
1)       Ventilasi
Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2 tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan volume thorax membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga udara keluar dari paru.
2)       Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.
3)       Transport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah).
4)       Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H, Abdul Moekty, 1995, 15).
  Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).
c.          Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2)  Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,     tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3)  Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,     infark paru, tuberkulosis.
4)  Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
d.         Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

2.      Dampak Masalah
a.          Dampak masalah terhadap individu
Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya akumulasi cairan di kavum pleura.
b.         Dampak masalah terhadap keluarga
Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga keluarga pasien akan memberi perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga menjadi cemas dengan keadaan pasien karena mungkin sebagai orang awam keluarga pasien kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana perawatannya. Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah.
Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan bahkan gangguan selama pasien dirawat di rumah sakit.

B.     ASUHAN KEPERAWATAN
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
1.      Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a.          Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b.         Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c.          Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d.         Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.          Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f.          Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g.         Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1)       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2)       Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
3)       Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4)       Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5)       Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6)       Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
7)       Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8)       Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.
9)       Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10)   Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11)   Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
h.         pemeriksaan fisik
1)       Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
2)       Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda  i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
3)       Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4)       Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
5)       Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6)       Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7)       Sistem  Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
i.           Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1.        Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis  tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
2.        Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)   (Soeparman, 1990, 788).
j.           Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a.        Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat                   Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl          < 3                            > 3
Kadar protein dalam effusi                 < 0,5                         > 0,5
Kadar protein dalam serum                         
Kadar LDH dalam effusi (1-U)          < 200                        > 200
Kadar LDH dalam effusi                    < 0,6                         > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi                       < 1,016                     > 1,016
Rivalta                                              Negatif                                    Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :
-           Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
-           Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b.        Analisa cairan pleura
-           Transudat                       : jernih, kekuningan
-           Eksudat                          : kuning, kuning-kehijauan
-           Hilothorax                      : putih seperti susu
-           Empiema                        : kental dan keruh
-           Empiema anaerob           : berbau busuk
-           Mesotelioma                   : sangat kental dan berdarah
c.        Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil        :  pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB   paru
Banyak Limfosit       : tuberculosis, limfoma,  keganasan.
Eosinofil meningkat :  emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan    jamur
Eritrosit                     :  mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak         :  Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi                     :  Hanya   50 - 60 %  kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

d.       Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

2.      Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura antara lain :
1.         Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
2.         Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
3.         Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
4.         Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
5.         Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)  (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6.         Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi  (Barbara Engram, 1993)

3.      Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)

1.         Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a.        Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b.        Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c.        Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
 Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d.       Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e.        Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f.         Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional :  Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g.        Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.


2.         Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil  : Konsumsi lebih  40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a.        Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b.        Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
c.        Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d.       Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional :  Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e.        Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.
f.         Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional :  Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan  kalori dan semua asam amino esensial.
g.        Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.




3.         Diagnosa Keperawatan III
Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan           :  Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :  Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
a.        Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
a.        Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
b.        Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
c.        Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
d.       Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
e.        Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.


4.         Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan           :  Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil  : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
a.        Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b.        Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
c.        Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d.       Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.
5.         Diagnosa Keperawatan V
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan           :  Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil  :  Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a.        Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
a.        Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
b.        Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
c.        Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
d.       Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan  kebutuhan metabolisme.
e.        Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.
6.         Diagnosa Keperawatan VI
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan  : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
a.        Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
b.        PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
c.        Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Rencana tindakan :
a.        Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b.        Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c.        Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d.       Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
4.      Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

5.      Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a.          Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b.         Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c.          Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d.         Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e.          Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
f.          Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
g.         Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University   Press, Surabaya ; 1995

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,  Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2,     Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995

Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999

Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998

Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ;  1995

Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991

Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru, Surabaya; 1994
Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990

Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999

/.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994

B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992

Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990

Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998


Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000 

0 komentar